BERITA SEPAK BOLA
Piala Asia Dan Visi 2020TAHUN 2007 sungguh tahun penuh berkah bagi persepakbolaan Indonesia. Betapa tidak, ada beberapa agenda penting bernilai sejarah tinggi. Agenda paling bersejarah tentu saja Indonesia sebagai tuan rumah Piala Asia 2007. Menjadi tuan rumah Piala Asia merupakan peristiwa terbesar dalam perjalanan sejarah sepakbola Indonesia. Sebab, inilah pertama kali Indonesia mendapat kepercayaan AFC Konfederasi Sepakbola Asia) menyelenggarakan turnamen terbesar dan paling prestisius di kawasan Asia.
Posisi Indonesia terasa lebih istimewa – dibandingan tiga negara tuan rumah ASEAN lain yaitu Thailand, Malaysia, dan Vietnam–– karena mendapat kepercayaan menggelar partai puncak alias pertandingan final pada 29 Juli di stadion bersejarah dan salah satu stadion terbesar di Asia, Stadion Utama Gelora Bung Karno. Bisa dibayang-kan, miliaran orang akan menyaksikan pertarungan dua tim terbaik Asia yang diperkirakan akan muncul dari Big Five Asia: Australia, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Iran.
Piala Asia 2007 bukan semata mengangkat pamor sepakbola Indonesia, tapi juga memicu pertumbuhan ekonomi sekaligus promosi dahsyat bagi Bangsa dan Negara ini. Secara ekonomis, Piala Asia akan mengangkat GNP Indonesia. Dunia pariwisata bakal kian menggeliat. Diperkirakan Jakarta akan dibanjiri lebih dari 1,5 juta orang dari luar, baik dari luar Kota Jakarta maupun dari manca negara. Kota Palembang juga diprediksi akan dijejali tak kurang dari 100 ribu orang dari luar berbagai daerah di Sumatra.
Ribuan orang asing bakal masuk Jakarta dan Palembang selama Piala Asia. Selain petinggi AFC dan FIFA, ada sekitar 300 wartawan asing, talent scouting, pengamat, pelatih asing. Petinggi klub elite dari berbagai Negara juga akan Begitu juga turis mancanegara akan datang berbonpembinaan dong-bondong. Hitung saja, berapa banyak uang yang akan mereka habiskan untuk membayar hotel, makan, rekreasi, berbelanja, dll.
Dari aspek promosi, Piala Asia 2007 akan mengangkat citra Indonesia di percaturan dunia internasional. Mata dunia akan tertuju ke Tanah Air. Diperkirakan, sekitar 2 miliar orang akan menyaksikan pertandingan Piala Asia di Jakarta dan Palembang. Perhatian dunia secara khusus akan tertuju ke Jakarta pada 29 Juli, saat partai final digelar di Stadion Utama Bung Karno.
Demikian tinggi nilai ekonomis dan politis Piala Asia 2007, Presiden SBY sudah dijadwalkan akan hadir dan menonton pertandingan final. Orang nomor satu di Negeri ini akan duduk berdampingan dengan Presi-den FIFA Sepp Blatter, Presiden AFC Mohammad bin Hammam, Pangeran Arab Saudi, serta para duta besar Negara sahabat.
Itulah magis sepakbola. Seorang kepala negara seakan tak punya pilihan kecuali hadir di event akbar sepakbola seperti Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Afrika, atau Copa America. Tak terkecuali Presiden RI.
PSSI mencanangkan trisukses di Piala Asia 2007. Pertama, sukses persiapan di semua aspek. Kedua, sukses penyelenggaraan yang meliputi aspek keamanan, kenyamanan, pelayanan, promosi, antusiasme penonton, kualitas penyelenggraan pertandingan, dan keuntungan ekonomis (baca: tiket penonton).
Ketiga, sukses tim melaju ke babak 8 besar untuk pertama kali. Kalau target itu dinilai terlalu muluk, ukuran sukses tim yang realistis adalah kualitas permainan level tinggi. Secara peringkat, mencapai posisi ketiga klasemen babak penyisihan Grup D, sama dengan pencapaian Indonesia di Piala Asia 2004 di Cina. Jadi, ambisi lolos ke babak perempatfinal terasa amat berat lantaran grup ini dihuni dua tim raksasa Asia dan pelanggan Piala Dunia, Korea Selatan dan Arab Saudi.
Bagi PSSI, trisukses di Piala Asia 2007 dijadikan momentum kebangkitan sekaligus lompatan pertama untuk mewujutkan Visi Sepakbola Indonesia 2020 yang dicanangkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Munas PSSI, 19-21 April 2007 lalu di Makassar. Yakni, berdirinya bangunan industri sepakbola nasional sebagai jembatan emas menuju Piala Dunia 2022.
Sebagai langkah awal, Ketua Umum PSSI terpilih Nurdin Halid terus memodernisasi dan memperkuat organisasi PSSI. Ia membentuk lima badan baru yang independen, yaitu Badan Pelatih Sepakbola, Badan Wasit Sepakbola, Badan Industri Sepakbola, Badan Informasi dan Teknologi, serta Badan Urusan Luar Negeri. Demi efektivitas gerak dan akselerasi organisasi PSSI yang begitu besar, Nurdin mengangkat tak kurang 50 tenaga profesional.
Selain hajatan bersejarah Piala Asia dan pencanangan Visi PSSI 2022, tahun 2007 juga bernilai sejarah tinggi justru karena Pengurus PSSI mencanangkan tiga program strategis. Pertama, peluncuran Liga Super yang akan dimulai pada musim kompetisi 2008. Liga Super adalah sebuah upaya mengatrol gengsi, mutu, dan nilai jual kompetisi profesional tertinggi di Tanah Air. Terkait dengan hal itu, Badan Liga Profesional akan menerapkan standar tinggi kepada setiap klub profesional yang tampil di Liga Super.
Kedua, pembangunan School of Excellent sebagai puncak pembinaan sepakbola yunior di Tanah Air. Proyek prestisius ini secara khusus membina pemain-pemain berbakat istimewa di Tanah Air yang direkrut dari tiga kompetisi yunior nasional, yaitu Liga Danone U-13, Liga Medco U-15, dan Liga Suratin U-17. Pemain-pemain yang masuk ke School of Excellent itu juga bisa diambil dari sentra-sentra pembinaan yang sudah ada dan akan dibangun di sejumlah daerah.
Ada dua tujuan utama pembangunan proyek prestisius ini. Pertama, menyiapkan pemain yunior berkualitas tinggi, baik teknis, mental, maupun bahasa asing (Inggris) untuk bisa bersaing masuk ke klub dan liga-liga sepakbola negara maju, khususnya Eropa. Pemain-pemain produk kompetisi hebat inilah yang kelak menjadi tulang punggung tim Merah Putih di berbagai arena internasional, selain produk kompetisi profesional dalam negeri.
Kedua, menciptakan bintang sepakbola idola yang sangat penting di atas panggung lapangan hijau sebagai showbiz yang menghipnotis penonton. Semakin banyak bintang idola, bisnis sepakbola akan semakin bergairah dan hidup.
Program strategis ketiga adalah memacu profesionalisme klub agar mandiri dalam keuangan. Program ini terasa mendesak agar klub-klub profesional tidak lagi mengandalkan dana APBD sebagai sumber utama pendanaan klub. Untuk itu, PSSI telah membentuk direktorat Bussiness Development di bawah Badan Industri Sepakbola dengan tugas pokok membantu klub menggali secara maksimal semua potensi ekonomis klub.
Pertanyaannya, mampukah kita, PSSI dan segenap stakeholders sepakbola Indonesia, memanfaatkan momentum strategis 2007 bagi kejayaan sepakbola di Negeri ini? Jawabannya, terletak pada kepiawaian kita mengelola berbagai agenda 2007 yang sangat strategis itu. Salah atau tidak maksimal dalam mengelola semua itu, PSSI akan kehilangan momentum. Sebaliknya, keberhasilan mengelola, tahun 2007 akan menjadi starting poin bagi PSSI untuk segera ‘lepas landas’ menuju industri sepakbola maju yang diidam-idamkan dan pada gilirannya membuka pintu gerbang Piala Dunia. (yos)